Perawat Gila Karna Pasien Gila




Termenung seorang diri dibalik keramaian di rumah kekasihku, yang baru saja meninggal karena kecelakaan. Kejadian itu begitu memukulku, berawal dari pertengkaran kami berdua, hingga berakhir tragis seperti itu.


Sepulang dari makam pacarku, aku tidak kuasa menahan tangisku ini. Isakan tangis tanda kesedihan yang mendalam. Entah bagaimana aku akan menghapus luka ini, dan melupakan dia. Aku sangat menyayanginya, terlebih sudah hampir 7 tahun kami pacaran. Meninggalkan banyak kenangan bukan? Bisa dibayangkan, setiap hari kami bertemu, bercanda ria dan saling melengkapi kekurangan dengan kelebihan yang kami miliki. Sebuah pelajaran berharga bagiku, melengkapi kekuranganku dengan kelebihannya.


Namun sepertinya sudah sebulan lamanya, aku belum bisa melupakannya. Sulit untuk membuka hatiku, untuk orang lain. Biarkan waktu yang akan menjawab sampai kapan aku terus begini. Keluargaku sering memberikan dukungan untuk kehidupanku, hingga aku bekerja di sebuah perusahaan yang menangani tentang penelitian kejiwaan. Apa berpikir, apa aku tidak salah bekerja di perusahaan ini, sedangkan diriku saja butuh penanganan, karena masih trauma dengan kejadian itu.


Aku jalani pekerjaanku dengan semampuku, aku melakukan yang terbaik. Demi keluargaku, 


“saudari Salsa, bisa bantu saya!”


Salsa adalah namaku. Bosku meminta bantuan ke aku, aku pun bersedia untuk membantunya. Entah apa yang ingin dia perintahkan.


“selamat siang pak,”


“silahkan duduk Salsa!”


“terimakasih pak, ada yang bisa saya bantu pak?”


“iya Salsa, besok aku perintahkan kamu, untuk menyelidiki Rumah Sakit Jiwa daerah A, namun cara ini agak sulit. Saya hanya ingin mengetahui keadaan pasien di Rumah Sakit Gila, karena kita tahu, banyak pasien semakin gila semenjak di Rumah Sakit Jiwa. Entah faktor apa yang mempengaruhi. Untuk itu saya perintahkan kamu, saya percaya kamu mampu!”


“lalu bagaimana saya bisa masuk ke RSJ dan mengetahui seluk beluk di Rsj pak?”


“kamu berpura-pura menjadi orang gila!”


“apa?? Orang gila? Apa tidak salah pak, saya tidak bisa melakukannya. Mohon maaf!”


“kamu bisa sa, saya yakin itu. Niat saya baik, hanya untuk mengetahui kedok di RSJ, untuk kebaikan kita bersama dalam menyikapi hal ini. Bagaimana?”


Aku sedikit takut dan bingung dengan tugas berat ini, namun aku berpikir lebih kritis, ini jalan yang harus aku lalui. Sehingga aku mendapatkan sebuah informasi yang diperlukan oleh pihak kami. Sebuah tantangan bagiku.


“iya pak, saya akan mencobanya”


“bagus, terimakasih sa”


“sama-sama”


Aku beranjak dari tempat duduk dan pergi meninggalkan ruangan bos. Kepergianku tidaklah mudah, aku memikirkan hal tadi, dengan cara bagaimana aku akan melakukan itu. Kemudian tidak lama, terlintas ide yang menjadi satu-satunya jalan, yaitu mengikuti saran bos dengan berpura-pura menjadi gila. Sedikit menegangkan bukan? Bagaimana tidak, orang sehat, namun berpura-pura menjadi gila dan tempatnya pun bersama orang-orang gila.


Matahari mulai menutup diri, dan aku harus kembali kerumah. Sesampainya di rumah, aku meminta izin ke kedua orang tuaku, untuk tugas ini.


“apa kamu bilang nak, pura-pura gila?”


“iya bu, maafkan aku. Ini jalan satu-satunya, untuk mengetahui seluk beluk RSJ itu, ibu tahu kan betapa malangnya pasien di sana, ini amanat besar.”


“ya sudah, bapa izinkan kamu nak, dan ibu mengizinkan bukan?”


Terlihat tatapan ibu masih kosong, ibu khawatir dengan keadaanku nanti. Namun aku tetap meminta izin ibu. Dan berharap ibu mengizinkannya.


“ya sudah sayang, ibu mengizinkan, tapi ingat kamu harus hati-hati yah! Ibu sayang sama kamu”


Pelukan ibu dan bapa malam itu begitu hangat, aku semakin kuat dan aku sedikit lupa dengan masalahku sebulan yang lalu. Aku harus fokus dengan masalah baruku yang akan aku hadapi.


Aku baringkan tubuh ini ditempat duduk, mencoba menghilangkan apapun yang ada dalam pikiranku dan memejamkan mata. Hingga alamr berbunyi, tepat pukul 05.00, aku melaksanakan shalat dan bersiap untuk pergi ke kantor. Koper hitam yang berisi make up, baju tidur, boneka beruang warna coklat, dan sandal jepit. Sedangkan aku pergi kekantor dengan pakaian seragam seperti biasanya.


Pukul 07.00 aku sampai di kantor, bosku sudah menunggu depan pintu bersama beberapa rekannya. Sebuah penghargaan bagiku, karena mendapat dan mampu menerima tugas berat ini.


“sudah siap Salsa?”


“iya bos, siap!”


“mari ikut saya,”


Kami bersama-sama pergi kesuatu ruangan, yang memang dipersiapkan untuk meething tertutup. Kami berdiskusi, dan aku di berikan sebuah buku petunjuk yang isinya adalah peta RSJ itu. Usai meething aku ganti pakaian, ditemani rekan kerjaku. Dengan pakaian baju tidur, ramput terhelai panjang, membawa boneka dan di make up sebegitu buruk dan menjijikannya. Dan aku tidak lupa dengan gaya menatap, melirik, dan berjalan yang harus diubah.


Setelah itu aku masuk ke mobil dengan beberapa pengawalan, yang sama-sama berganti pakaian apa adanya, memakai kaos dan celana jins. Tidak terlihat pegawai kejiwaan.


“waww.. mirip sekali sa..hahaha”


“aduh si bos, bisanya ngledek nih..”


Memang terlihat sangat mirip, namun itu nilai plus lah, karena tidak ada yang mengenaliku normal. 


“sudah sampai sa, aku antarkan kamu yah, aku akan berpura-pura menjadi kakamu. Dan kita bersandiwara disana, bagaimana?”


“iya pak, siap! Atur strategi dulu pak, sebelum kita masuk!”


“baik, sesuai dengan yang kita rapatkan tadi, kita harus menutup rapat-rapat siapa kita. Dengan waktu 3 hari, kamu harus mampu bertahan dengan keadaan itu!”


15 menit kami atur ulang strategi, semua telah dipahami. Buku panduan tadi aku simpan rapat-rapat di dalam baju tidurku.


Langkahku mulai bergetar, perjalanan dari mobil turun ke gerbang RSJ, serasa menyeramkan. Sudah terlihat orang-orang gila berlarian, membawa bantal tidur mereka, ada yang berayun-ayun, dan ada yang menangis sambil berguling-guling di tanah. Sungguh pemandangan yang menyeramkan bagiku saat itu. Namun aku tidak boleh menyerah, ini adalah tantangan aku pasti bisa,


“pak bos, tolong perhatikan saya, bagaimana jalan saya? Cocok atau masih ada yang kurang?”


Sambil berbisik aku pun menanyakan penampilanku ke pak bos,


“sudah baik sa, jangan lanjut bicara, senyumlah senyum, seperti orang gila beneran!”


Aku pun mengikuti saran pak bos, aku senyum-senyum lagaknya orang gila, hingga pak bos menemui suster yang saat itu menyambut kedatangan kami.


“ada yang bisa saya bantu pak?”


“iya sus, ade saya gila tolong jaga dan rawat dia yah sebaik mungkin!”


“baik pak, mari saya antar ke kamar! Tapi ngomong-ngomong, nama ade bapa siapa?”


“panggil saja Rara,”


Rara nama samaranku ketika di RSJ, saat mau diperiksa dokter tentang kejiwaanku aku lari-lari tanpa henti, sampai akhirnya dokter dan suster pun mengalah.


Pak bos sudah pergi meninggalkanku, saatnya aku beraksi. Aku berlarian mengelilingi taman depan kamar ku tinggal. Terlihat banyak pasien wanita dibandingkan dengan pasien laki-laki. Entah apa faktornya. Ada yang menangis meronta-ronta, ada yang diam tak bersuara, aku anggap seperti orang mati saja, habis bagimana lagi.


Aku mendengar suster berteriak kepada salah satu pasien,


“heh, makan kamu makan!”


Aku lihat pelayanan kasar dari suster terlihat, ada dua suter yang mencoba membuka mulut pasien itu dengan kasar, dan satu suter memasukan sesendok nasi kemulutnya secara paksa dan kasar. Sungguh kejadian yang membuatku menangis, tidak tega dengan perlakuan kasar suster.


Aku mencoba berkeliling lagi, aku lihat pasien laki-laki memainkan bibirnya, hingga mengeluarkan suara aneh. Namun tiba-tiba, perawat laki-laki datang dan menamparnya. Sungguh kejadian yang kasar. Aku tidak mempunyai teman, seorang suster mendekati, aku pun lari-lari. Aku takut sampai ketahuan.


Hingga akhirnya malam pun tiba, aku tidur di tempat yang sudah disediakan, ketika sudah sunyi sepi, ku buka buku panduan, dan aku mulai mempelajarinya. Ada sebuah tempat yang belum aku kunjungi, entah tempat apa itu. Sedikit penasaran, aku pun menunggu mentari menebarkan senyumnya.


Aku baringkan tidurku, dan tiba-tiba ada yang mendekapku. Taukah siapa? Dia seorang perawat. Sungguh terlalu, aku menjerit-jerit hingga bangunkan seluruh pasienku. Ada yang hanya memandangi saja, ada yang malah tertawa, ada pula yang memukul-mukul. Hingga aku dilepaskan. 


Sungguh pengalaman yang tidak akan aku lupakan, entah apa yang akan perawat itu lakukan, jangan-jangan dia. Sempat terlintas pemikiran, dia akan memperkosaku. 


“tolong besok aku bawakan bangkai ayam!”


Send from pak bos,


Aku kirimkan pesan singkat itu, aku mempunyai rencana , besok tubuhku harus bau. Biar tidak ada yang berani menyentuhku. 


Dan akan ku selidiki, lebih dalam. Perawat pun berani menyentuhku saat tidur. Bagaimana dengan pasien wanita lainnya?


“aku harus pergi malam ini juga ketempat yang ada di buku panduan itu” kataku dalam hati


Ku diam-diam keluar, gayaku sama seperti orang gila. Aku mulai memperhatikan suasana malam di RSJ, aku lihat pemandangan yang kotor, seorang suster dan perawat laki-laki sedang bermain, di kamar pasien yang jelas-jelas ramai dengan pasien.


Semakin jauh langkahku, semakin banyak ku temui pemandangan yang menjijihkan, aku lihat perawat laki-laki masuk kedalam kamar pasien dan mencari pasien wanita yang cantik, mencumbunya dan semakin parah.


Aku tak kuasa melihat pemandangan menjijihkan itu, aku batalkan niatku untuk pergi keruangan yang belum aku datangi. Aku balikkan langkahku ke kamar, namun tiba-tiba.


“aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa........sakiitttt........”


Aku mendengar teriakan histeris itu, dari sumber suara di ujung ruangan RSJ, aku beranikan diri, untuk mendatangi. Aku intip dari jendela ruangan itu. Terlihat gelap, namun jelas terlihat apa yang sebenarnya terjadi.


astaghfirulloh..”aku menghela nafas, sembari meneteskan air mata.

Sungguh pemandangan yang kejam, aku lihat 3 pasien wanita tidur dengan telanjang, dengan tangan dan kakinya diikat ditempat tidur, dan aku lihat beberapa perawat menertawainnya. Dan secara bergantian menyetubuhinya. 


Aku berkali-kali menutup mulutku, agar tetap rileks dan tidak mengeluarkan suara apapun. Aku lihat satu pasien meronta-ronta dan ingin rasanya aku menolongnya, namun tidak mungkin itu terjadi. Karena berkali-kali pasien itu meronta-ronta, salah seorang perawat menyuntikkan dengan obat tidur. Hingga suasana sunyi sepi hadir kembali. 


Aku tidak ingin berlama-lama berada disitu menyaksikan kebejadan itu. Dengan bukti foto yang telah ku dapat. Aku pergi meninggalkan tempat itu. Menuju tempat tidurku.


Pagipun begitu cepat tiba, aku masih tertidur nyenyak, mungkin aku terlalu lelah, hingga sulit untuk bangun. Semua pasien, diarahkan keluar kamar untuk berjemur. Hanya ada aku yang di kamar. Aku dibangunkan oleh suster cantik, yang begitu lembut membangunkanku. Serasa aku di nina boboin. Sempat kaget, ketika aku bangun, dia memegang buku panduanku.


“mba, ini apa? Apa maksud anda?”


“suster, tolong itu bukan apa-apa!”


“mba, saya mohon jangan laporkan apapun yah. Saya tahu anda hanya pura-pura gila,tolong selamatkan RSJ ini, tolong mba”


Suster itu memohon dengan begitu lembutnya, sampai dia mencium tanganku berkali-kali.


“apa alasan suster diam saja, dengan perlakuan perawat disini?”


“maafkan saya mba, semua ini karena kesalahan satu orang perawat dulu, tapi berujung semakin besar.”


“saya tidak akan tinggal diam sus, saya akan laporkan semua ini”


Tiba-tiba ada suster lain datang, dan mengatakan. Kalau aku ada yang menjenguknya. Aku tahu itu pak bos, pasti dia mengantarkan bangkai ayam itu. Namun aku rasa itu tidak perlu lagi. Aku sudah berhasil menemukan buktinya.
 

“pak, itu mba Raranya,!”


“iya sus, terimakasih!”


Suster yang mengantarkan pak bos pun pergi, namun suster yang lembut tadi belum juga beranjak dari tempatku.
 

“tolong suster, pergi dari sini atau sekarang saya lapor kantor polisi?”


“iya, iya mba, maafkan saya. Tapi saya mohon jangan dilaporkan!”


Terlihat pak bos kebingungan, apa yang terjadi yah? Mungkin dia berpikir begitu. Tidak lama, suster itupun pergi meninggalkan kami.


Aku menceritakan semua kejadian yang aku alami, namun tidaklah selengkap yang aku tahu. Karena keterbatasan waktu. Aku ingin segera pergi dari RSJ ini, kami sembunyi-sembunyi. Dengan berjalan masih seperti orang gila, pak bos menuntunku, kearah gerbang keluar di RSJ, sedikit, demi sedikit aku keluar dari gerbang, dan langkah demi langkah sampai juga aku ke mobil.


Terlihat ada perawat melihatku, namun dia terlambat. Mobil kami sudah melaju cepat. Dan tidak bisa mereka mengejarnya.


Di mobil, aku hanya tertunduk, diam dan tak berkata apa-apaa, aku membayangkan perasaan pasien wanita itu. Betapa malang nasib mereka. Mengapa tempat yang terbaik menurut keluarga mereka, justru menjadi neraka bagi mereka. Aku menangis sepanjang jalan, dan terisak-isak.


“ Salsa, apa yang kamu rasakan? Apa kamu sakit sa?”


“tidak pak,”


“kalau tidak kenapa kamu menangis?”


Aku menceritakan semua nya setelah aku sampai di kantorku, tidak sampai 3 hari aku di RSJ itu. Karena tugas mengumpulkan barang bukti sudah aku dapatkan.


Semua rekan kerjaku ikut merasakan, terlebih para wanita teman-temanku, menangis terisak-isak, sungguh hal yang memalukan dan menjijihkan.


“kerja yang bagus sa, kamu adalah rekan kerja yang terbaik”
Tag : cerpen, Rahma
0 Komentar untuk " Perawat Gila Karna Pasien Gila"

Back To Top