Malam berikan senyuman indah
bersama sinar bulan yang menerangi kegelapan. Bintang malam yang menghias
langit, seakan memberikan sinar masa depan yang begitu indah. Menjadi sebuah
inspirasi besar untuk menjadi insan yang lebih baik. memandang luas keindahan cakrawala, meraba dan menghaluskan menjadi hal yang berarti dalam hidup.
Melihat langit berkabut, membuatku merasa hangat dengan diriku, aku tak tahu harus bagaimana berterimakasih kepada dosenku, saat aku harus kehilangannya. Saat itu aku tak mampu lagi bertatap muka, memberikan kesan baik, dan aku tak mampu lagi berkreasi di depan beliau. Aku rapuh tanpa beliau, beliau selalu memberiku semangat, mengerti arti hidup, dan beliau menyadarkanku akan luasnya cakrawala serta luasnya kemampuan diri.
Setiap hari senin, aku selalu merasa bahagia, aku selalu memakai pakaian berwarna cerah, sebagai bentuk wujud dari hatiku, begitulah kata dosenku Psikologi Pendidikan. Bahagia sekali jika bertemu dan menimba ilmu dari beliau, untuk itu penampilan, mental harus aku persiapkan sebelum aku pergi ke kampus.
Tepat pukul 08.00 teman sejawatku menjemput, aku sudah rapi dengan penampilanku, tidak lupa juga aku berdoa akan keberkahan ilmu.
"ciee, bersinar uy" kata Ayu temanku
"iya dong selalu, hari senin gitu. Harus menawan bukan?"jawabku dengan senyuman mempesona
Tidak lama setelah itu, kami berdua menuju kampus. Tidak lama, hanya 5 menit menggunakan sepeda motor. Jalan kaki mungkin 10 menit bagiku, karena jalannya seperti orang mau melahirkan, begitulah anggapan teman-temanku. Aku tidak pernah mempermasalahkan hal itu, bahagia saja.
"Assalamu'alaikum"
"wa'alaikumsalam" jawab teman-teman kelas
sudah banyak yang datang ternyata, bu dosen belum masuk kelas. Mungkin masih dijalan, penantian bu dosen, selalu ku gunakan untuk diskusi, diskusi tentang psikolog tentunya. Tidak lama kemudian, bu dosen masuk. Terasa bahagia sekali, jika beliau masuk. Gaya pakaian beliau yang rapi, sehingga enak di pandang, luwes dalam berbicara, dan mampu memberikan motifasi itu yang selalu di kagumi mahasiswanya., khususnya aku.
"bagaimana kabar semuanya? sehatkah hari ini? ada masalahkah?.."
begitulah kiranya pertanyaan beliau dalam memulai pembelajaran.
Setelah itu, bu dosen selalu mengabsen kami, dan kami di minta untuk memotifasi diri kami dengan motto hidup masing-masing. Dan kami selalu saja merasa bingung dengan motto hidup kami, aneh bukan.
"motto hidup itu harus kalian pegang erat-erat jadikan semua hal yang baik berkesan bagi diri kalian. Apakah sampai detik ini kalian belum mempunyai cita-cita? silahkan jawab yang sudah mantap dengan cita-citanya!" kata bu dosen
Namun tidak ada satupun dari kami menjawab pertanyaan bu dosen, karena kami memang masih bingung dengan cita -cita kami.
"ayo, siapa yang mau bicara? tidak ada yang memiliki cita-cita?"
"punya bu.." jawab kami
"lalu, apa cita-cita kalian?"
Suasana diam lagi, kami hanya tertunduk memikirkan jawaban dari bu dosen, tidak lama kemudian bu dosen lanjut lagi berbicara,
"kalian ini sudah remaja, sudah saatnya kalian fokus e cita-cita kalian. Apa jadinya kalian di masa depan, kalau pertanyaan se gampang itu belum mampu untuk menjawab? apa kalian akan menjadi air di sungai, mengalir apa adanya?"
"tidaaakk bu" jawab kami
"sekarang ibu minta dari kalian, pejamkan mata kalian. Dan renungkan cita-cita kalian apa. Tugas ibu disini mudah, mengantarkan kalian ke gerbang cita-cita itu, dan selanjutnya kalian yang akan berjuang. Ibu tidak mau jika mahasiswa ibu tidak memiliki motifasi hidup untuk memperjuangkan cita-cita kalian. Baiklah kita mulai, pejamkan mata kalian, jangan di buka sebelum ibu perintahkan!"
Semua mahasiswa tertunduk dan memejamkan matanya, dengan waktu lima menit bu dosen mengatakan selesai. Dan beliau bertanya kembali tentang cita-cita. Kemudian, aku dengan penuh percaya diri mengangkat tangan,
"bolehkah saya bertanya bu?" tanyaku
"oh, silahkan!"
"jujur saja bu, dari pertanyaan itu saya belum mampu menjawab, karena saya tidak tahu dengan apa yang ada di diri saya. Saya bingung dengan cita-cita saya bu, bagaimana kiat-kiat nya bu agar kita bisa memiliki cita-cita? terimakasih"
"ada pertanyaan lain?"
"saya bu," Via mengangkat tangannya
"oke, silahkan!"
"pertanyaan dari Bela saya setuju sekali, dan saya ingin bertanya juga bagaimana cara kita mewujudkan cita-cita yang tidak akan mungkin terjadi karena situasi dan kondisi?"
"baiklah terimaksih anak-anakku atas pertanyaan kalian, ibu akan mencoba membantu kalian dalam hal ini"
Bu dosen memerintahkan mengganti posisi duduk, semua mahasiswa duduk di teras kelas dan meninggalkan kursinya. Setelah semuanya selesai, bu dosen mulai dengan renungan, sehingga kami semua menangis di kelas, akan penyesalan menggunakan waktu tidak sebaik-baiknya. Termasuk aku, aku sangat terbuka dan menyesali hal itu, bu dosen telah memperluas pikiran kami dengan caranya. Setelah semuanya tenang, aku dan Ayu masih saja menangis, memang berlebih mungkin, tapi itulah yang bisa di lakukan.
"anak-anakku, kalian sekarang sudah terbuka dengan apa yang kalian lakukan selama ini itu salah. Menggunakan waktu tidak tepat, menyia-nyiakannya, hal semacam itu sangat di sayangkan. Sekarang ibu akan mencoba membantu kalian mengantarkan cita-cita kalian."
Semua terlihat serius, tidak ada sama sekali mahasiswa yang mengantuk, beberapa dari mereka mengusap air matanya, dan mencoba tenang, begitu juga dengan aku dan Ayu. Kemudian bu dosen melanjutkan,
"kalian harus memiliki cita-cita, dari mana kalian memiliki cita-cita? sekarang apa kalian punya bakat?"
"punya bu" jawab kami
"coba ibu akan menunjuk diantara kalian, Bela apa bakat kamu?"
"bakat saya bu? apa yah?"
"iya bakat kamu, apa yang kamu sukai dan itu bisa kamu lakukan serta disaat kamu melakukan itu merasa senang?"
"saya suka menulis, menyanyi, menjadi penyiar, saya suka foto juga bu,"
Terlihat teman-teman tersenyum, mereka menyadari akan hal itu ternyata,
"baiklah, apakah yang kamu sukai itu bisa kamu lakukan? "
"bisa bu," jawabku lantang
"bagus! itulah bakat kamu. Jadi bisa dimengertiyah, terkadang kita tidak tahu bakat kita apa, maka perlu evaluasi diri untuk lebih mengenal diri kita masing-masing. Dan contoh dari Bela tadi, menulis misalnya, jadikan itu cita-cita kamu. Karena itu adalah kelebihan kamu, fokuskan menjadi cita-cita besar penulis novel terkenal misalnya. Sampai detik ini masih belum bisa meraba bakat kalian?"
Semua tersenyum, entah apa arti dari senyuman teman-teman, namun aku sudah paham benar dengan apa yang dijelaskan bu dosen tadi.
"baiklah anakku, bisa dilanjutkan? apa masih ada yang bingung?" tanya bu dosen
"jelas bu, jelas" jawab kami dengan penuh semangat
"baiklah, senang sekali ibu melihat semangat kalian. Ibu lanjutkan, dari pertanyaan Via, bagaimana kita mewujudkan cita-cita yang tidak akan tercapai, karena terhalang situasi dan kondisi? saran ibu adalah kalian mencari kelebihan kalian sendiri, yakni apa yang kalian sukai dan kalian bisa melakukan, cobalah ganti cita-cita dengan hal tadi, itu jika memang tidak ada jalan keluar untuk mengubah sikon. Jikalau masih bisa diubah sikon nya, maka yang perlu kita lakukan adalah memperbaiki. Jika cita-cita kita menjadi artis, kemudian tidak di setujui oleh orang tua karena beberapa alasan, itu masih bisa , kita membujuk orang tua dan memberikan alasan besar kenapa ingin menjadi artis, dan setelah itu adalah membuktikan kepada mereka tentang kemampuan kita untuk menjadi artis tersebut. Ibu rasa itu akan berhasil, namun jika tidak, beralihlah dengan kelebihan kalian masing-masing!"
Semua tercengang, terlebih aku, terasa hati ini tergugah untuk selalu melakukan apa yang aku sukai, menjiwai dan lebih fokus terhadap hal tersebut. Pelajaran hari itu usai juga, kami keluar dengan mata bersinar dan dengan langkah meyakinkan.
Beberapa pertemuan, bu dosen tidak ketinggalan memberikan motifasi. Tidak pernah terlewatkan pula. Sehingga aku semakin merasa dekat, dan banyak perubahan dalam diri saya. Selain motifasi dari Kakaku yang begitu terasa, bu dosen pula yang memberikanku keluasan berpikir dan menyadari.
Semua itu ternyata tidak sekekal yang aku harapkan, saat semua materi kuliah tersampaian, bu dosen akan pergi untuk pindah tempat ke kampus lain, sedih sekali rasanya kehilangan orang tersayang dan berarti dalam hidupku. Saat perpisahan, bu dosen tidak sedikitpun diam, beliau berbicara menceramahi kami dan selalu memberi dukungan lebih, aku merasa dekat dengan beliau.
Hingga saatnya tiba, beliau harus pergi. Kami bersalam-salaman, dan aku memilih bersalaman belakang sendiri, setelah semua teman keluar.
"ibu, terimakasih karena selama ini, saya bisa diajar ibu. Ibu adalah sosok motivatorku bu, "
Kalimatku terhenti, karena aku tidak mampu membendung air mata ini. Hingga keluar di hadapan bu doen. Lalu, bu dosen memelukku, beliau mengatakan,
"bagus nak, ini yang ibu harapkan, kamu akan terkesan dengan pelajaran ibu dan ibu pada khususnya, sekarang buktikan pada ibu, kalau kamu bisa meraih semua cita-cita kamu, belajar tidak tentu waktu dan apa-apa yang dipelajari, rabalah dunia dengan caramu selagi itu positif. Ibu selalu mendoakanmu, untuk selalu bermanfaat untuk banyak orang"
aku semakin tidak kuasa dengan ini, air mataku lebih deras, teman-teman diluar memperhatikanku, sepertinya mereka iri. Namun mereka tidak berani masuk, cukup menyaksikan.
"iya bu, terimaksih."
aku melepas pelukan ibu, dan keluar kelas dengan segera. Karena aku sangat merasa kehilangan, dan ingin menangis lepas. Setelah sudah tenang, aku segera masuk kelas lain untuk melanjutkan mata kuliah selanjutnya.
0 Komentar untuk "Dosenku Motivatorku"