Kisah Inspiratif Anak Aceh


Kisah Inspiratif Anak Aceh
by : Aisyah Zendrato
 
Tahun 2000 adalah tahun yang mengerikan bagi kota ini 
Nyawa.. nyawa.. seakan sangat murah harganya
Jasad... jasad.... terbujur kaku dalam keadaan hitam terbakar
Pistol pistol adalah irama musik yang menemani pagi petang
Tangis tangis adalah melodi yang menggema langit kami
GAM.. GAM... TNI.. TNI... oknum- oknum busuk di balik ini semua. 


Suara itu begitu nyaring di atas podium, Dian baru saja membaca puisi dalam Perlombaan puisi Tingkat Kabupaten. Anak yang berasal dari desa Louseritu seakan paham betul bagaimana pedihnya Aceh dalam peperangan itu, di kala TNI siap membinasakan, dikala Gerakan Apatis itu melawan.Tak sedikit warga tak berdosa menjadi korbannya, tak sedikit anak – anak jadi tumbalnya, tak sedikit wanita – wanita yang di perkosa. Masa boleh berlalu Ke masa tapi rasa sakit di hati siapa yang tahu.
***
“Kakek.. kakek... tahun 2000 akan terjadi perang besar kek,..” Dian bangun seperti kesurupan. Tak ada angin, tak ada hujan ia terbangun dari tidurnya dan lihat lah betapa aneh yang ia katakan. Anak yang baru 4 tahun itu berbicara tentang perang, berbicara tahun 2000 sedang ia sendiri belum pernah berhitung angka 1 hingga seribu. Sontak kakek yang masih terjaga merasa keheranan dengan cucunya ini. Badannya panas dingin, oh barang kali dia mengigau, fikir kakek. Kakek segera mengajakdian tidur dengan nyanyian yang ia sukai, Nina Bobo.
“Mina... tengok dulu anak mu itu di kamar. Dia panas dingin tadi malam. Nigau gak tau arah, mungkin ada yang di inginkannya “

Yah, begitulah penduduk desa yang meyakini jika ada yang sakit dia ingin sesuatu, berikan hal itu maka akan sembuh.

Mina pergi ke kamar dian, menyentuhnya , mendengarkan denyut jantungnya, dan membuka mata anaknya. “Dian sehat sehat aja pak, dia Cuma kecapean main – main ini, jawab mina dengan yakin”. Yah, itulah mina gadis desa yang kurang beruntung untuk melanjutkan ke dunia perkuliahan. Kalau soal ilmu jangan tanyak, di adalah wanita yang cerdas di semua bidang. Masak ahli, dunia perobatan jago, merawat anak keren, mengabdi ke suami pasti. Tak ada kurangnya wanita ini, tapi sayang seribu saya wanita periang itu kini hanya sesekali angkat bicara, lainnya hanya sibuk bekerja, mungkin nun jauh di lubuk hatinya ia menyimpan cerita tersendiri..

“Mak,, minta minum?”
“sebentar ya sayang”
Anaknya mulai kehausan sejak makan mie aceh tadi malam tanpa minum apa pun. Memang dia sedikit bandel kalau makan, suka lari – lari dan susah minum.
Gleg.. gleg... bukan main dian menghabiskan 1 gelas besar air tanpa sisa
“Mak.. kenapa air bisa buat kita gak haus? Mamaknya hanya bisa nyengir.

Lihatlah anak kecil ini mulai membuat mamaknya jengkel, bahkan dalam keadaan sakit pun menanyakan hal yang konyol.
***
“Dian.. Selamat ya kamu memang anak bapak “ bapak senang bukan kepalang demi melihat anak sulungnya memboyong piala kemenangan. Juara 3 tertulis di piala itu. Bapak senang bukan karena piala, terlebih karena ia lah yang membantu dian membuat puisi itu, sampai terkantuk, tertidur bahkan terngigau sendiri demi mimikirkan isi puisinya itu. 
 
“bapak memang gak pernah dapet piala nak, tapi dengan lihat kau bawa gini bapakk ikut bangga. Besok kita jalan – jalan ya untuk merayakan kemenangan mu” 
 
Dian sangat dekat dengan bapaknya, jika mamaknya mengajarkan tentang hidup disiplin, si bapak memberikan ilmu yang lebih luas dari itu. Bapak sangat senang dengan dian, anak sulung yang penuh kejutan. Tak heran sewaktu istrinya, mina, melahirkan dian dibulan desember, ia pun memotong 12 ekor kambing untuk meng-aqiqahkan anaknya itu.

“bapak janji? Dian mengacungkan kelingkingnya”
“ia bapak janji dian. Bapak tersenyum tulus”
Begitulah seorang bapak, selalu melakukan hal yang terbaik buat anaknya. Begitulah bapak yang berjuang menghidupi keluarganya walau membawa uang tiga puluh ribu perharinya., begitulah bapak yang selalu memberikan senyuman meski sangat lelah bekerja, begitulah seorang bapak yang marahnya adalah diam, yang suksesnya adalah melihat anaknya bisa sekolah setinggi – tingginya.
“mak, bapak mana? Bapak janji hari ini mau ngajak jalan – jalan” dian yang sudah rapi sibuk mencari bapaknya yang tak kunjung pulang.
“sabar” jawab mamaknya santai
“ gimana mau sabar, dian uda nunggu lama ini, baju dian pun mulai kusut”, Dian terlihat sebal tak suka menungu.
Mamaknya hanya diam tak merespon.
“mak... kok mamak gak jawab dian sih?” dian tambah kesal melihat respon mamaknya yang bagai tak tahu betapa sebal anaknya.
“mak.. kok mamak pendiam sekali?” dian demo di dalam hatinya, bagaimana bisa seorang mamak hanya ngomong sepatah kata sedang ia udah ratusan kata. Itu sangat tidak adil baginya.
Mata mamaknya membesar menggelidik. Seakan tau mamaknya marah, dian pergi begitu saja.
“Allahu akbar.. Allahu akbar...” adzan magrib menggema di kampung itu, bapak tak juga kunjung pulang. Dian sejak tadi merajuk, pergi ke rumah kakek neneknya. Merajuk karena bapaknya ingkar janji, pun merajuk melihat mamaknya yang sangat pendiam. Disanalah ia mengadu menangis, bahkan saat mamaknya marah, kakek nenek selalu membela cucu kesayangannya itu. Kalau sudah begitu, mina hanya diam dan pulang kerumah. Bergembiralah dian kalau sudah begitu, walau tangis terisak – isak saat ini, dia akan segera senyum sumringah, karena nenek akan buat makanan kesukaannya, Mie Aceh. Dan kakek akan menghiburnya dengan dongeng – dongeng dahulu. Di sela- sela cerita kakek selalu menyisipkan lagu kesukaan cucunya itu.

“Nina.. bobok, oh.. Nina bobok, kalau tidak bobok di gigit nyamuk. Begitulah sang ratu menyanyikan lagu untuk anaknya dian. Ratu itu selalu nyanyi ketika anaknya hendak tidur” kakek bernyanyi dengan suara parau nan cempreng namun tetap indah di telinga dian.
“jadi kek, lagu nina bobok itu lagu kerajaan ya kek?”
“Iya dian, makanya kakek selalu nyanyiin itu untuk kau, karena kau adalah garis pertama keturunan kerajaan kecil kita”
Tak tanggung tanggung bahasa si kakek yang membuat Dian terbang melayang, berandai- andai bahwa ia sedang tinggal di istana yang mewah, memakai mahkota, banyak makanan, setiap keinginan selalu di penuhi, wah.. betapa asyiknya hal itu, fikir Dian.
“dian... dian... ini bapak nak, keluar sebentar dian” bapak yang baru pulang segera menyusul ke rumah kakek. Bukan anaknya yang ia jumpai, mertuanya keluar marah- marah.
“kau ini bagaimana, janji sama anak kok gak di tepati, bapak macam apa kau?”
“iya pak, tadi aku ada kerjaan diluar jadwal pak, jadinya pulang telat”
“kalau tak bisa janji jangan pernah berjanji. Lelaki itu di yang di pegang adalah omongannya, kalau kau tak bisa memegangnya, maka hati hati ketika berucap” kakek banting pintu masuk kamar.
“sudahlah, kau tak perlu masukkan kehati kata-kata bapakmu itu, dia hanya emosi saja melihat cucu kesayangannya menangis. Kau tau kan anak laki – laki semata wayang kami yang meninggal, itulah sebabnya ia sangat menyayangi anak mu, Doni”
“ia mak, ya uda kalau gitu aku pulang dulu, kasian mina sendirian di rumah” +
“salam buat mina ya Don, jangan lupasuruh dia minum obatnya”
“iya mak, assalamualaikum”
“waalaikumsalam”
***

Sakit dian ternyata tak sembuh juga sampai tiga hari, igauan dia tentang perang itu menjalar hingga ke sum- sum. Tak tahu apa sebab, tak tahu apa pasal, dian tidur di rumah kakek hingga saat ini.
“mina, kau ajaklah anak mu ini berobat, kalau aku bisa pasti aku yang membawanya pergi. Tapi kau lihatlah jalan 20 meter aja aku udah sakit pinggang”
“iya pak, nunggu Doni pulang pak, baru kami pergi ke puskesmas”
“nah, ini untuk uang berobat dian”
Kakek memang tak pernah pelit untuk masalah uang, apalagi untuk cucu kesayangannya. Lihatlah mainan dian, berbagai model, jenis, bentuk, dan ukuran serta warna. Jika di masukkan ke kotak, kotak freezer pun tak akan cukup menampungnya.
***

Tahun 2003 kakek mulai sakit. Cincin emas kesayangan dian, hadiah paman begitu aja ia serahkan untuk obat kakek. Padahal biasanya jangankan di sentuh, dilihat orang lain aja ia tak akan sudi. Demi melihat kakek yang terkulai lemah, batuk hingga berdarah, tak jarang jugakakek menggigil kedinginan di malam hari.kini dian tak melihat lagi senyum di wajah tua itu,dian melihat kakek sangat pucat.

“Dian, sinilah sama kakek, kakek mu mau ngomong ni Dian” nenek memanggilku
“kakek.. kakek uda makan? Kakek kok tidur aja? Ayolah kek kita jalan – jalan lagi kek” pinta dian malam itu. Kakek hanya bisa tersenyum kecut melihat dian yang merengek seperti biasa.
“Dian, besok kakek akan pergi ke tempat jauh, kau harus menjadi anak yang berguna untuk tempat ini, untuk keluarga ini. Kau lah cucu sulungku Dian, Kau yang akan membawa nama keluarga kita menjadi besar, tapi ingat pesan kakek yang satu ini, jangan pernah kau tinggalkan sholat demi apa pun itu. Karena itu yang akan membuat mu sukses di dunia dan akhirat” kakek sudah tak bisa lagi berbicara, ia hanya menarik nafasnya dalam-dalam, dan sesegera mungkin dian di keluarkan dari kamar kakek. Bidan kampung juga sibuk memeriksa kakek.

Jam menunjukkan 04.00 WIB dian yang sudah tertidur dalam mimpi, terbangun ketika mendengar tangisan orang – orang sekitanya. Ternyata kakek sudah tiada. Tahun itu tahun durja bagi dian, tahun itu tahun kesedihan, kini tak ada lagi kakek yang selalu memanjanya, tak ada lagi kakek yang selalu membela dian untuk selamanua. Di detik itu juga tak akan pernah lagi dian merasakan indahnya memiliki seorang kakek.

*** 
12 tahun kemudian.. 
 
Dian kini telah menginjakkan kakinya di SMA Plus kota kelahirannya, di situ lah ia mulai melejit karirnya. Berawal dari adanya internet yang di kenalkan di sekolah, ia mulai mencari tahu, bagaimana bisa tulisan yang ia baca ada di dalam komputer. Di telusuri selama berbulan – bulan, di cari selama beratus jam akhirnya ia mengetahui kalau itu namanya dunia Blog. Dari situlah ia mulai tertarik dunia internet. blogDian.blospot.com adalah situs pertama yang ia kelola. Awalnya ia bingung akan apa yang harus ia isi, dengan berbagai informasi yang ia tanya, akhirnya ia melakukan Copas dari blog tetangga. 
 
“oo.. jadi gitu ya fin, kau copas-copas dulu tulisan orang ke blog mu?” tanya Dian penasaran
 
“iya Dian, kita kan belum tau ni mau nulis apa, dari pada blog kita kosong, mending kita copas aja, biar ada pengunjung kita, nanti kalau pengunjung kau banyak kau bisa dapat uang Dian” Alfin menjelaskan dengan khasnya, bibir monyong. 
 
“iya? Bisa dapat uang? Akh.. asik nih,.. okelah aku rajin-rajin kalau gitu copas, makasih ya fin” 
Alfin hanya mengangkat telunjuknya dan selanjutnya sibuk di papan keyboardnya. Entah sibuk copas atau menulis, yang jelas ia memang terlihat profesional. 
 
Uang memanglah hal yang sensitif. Sekali pun itu seribu rupiah bisa menyebabkan kematian. Sekalipun itu lima ratus rupiah bisa menyebabkan permusuhan. 
 
Setelah percakapan Dian dengan Alfin setiap hari Dian ke warnet. Blogging, searching, membaca dan terus berlatih demi uang yang di janjikan Alfin. Tetapi setelah ia menekuni 4 bulan di dunia Blog, uang tak kunjung juga. Dian murka sejak itu. 
 
“percuma! Percuma! Udah habis uang jajan ku untuk internetan, udah habis kesabaran ku untuk menunggu loadingnya, apa yang ku dapatkan kini Alfin. Kau lihat aku tak dapat uang sepersen pun. Tak usahlah kau bahas lagi tentang uang yang kau janjikan itu padaku, bulshit itu semua” Dian ngamuk saat Dian sedang memposting tulisan barunya. 
 
“Dian, kalau kau memang mau uang kerja sana! Bukan di sini. Ini adalah tempat berbagi, ketika kau ikhlas maka akan ada hadiah buat kau, dan itu memang uang. Tetapi kalau niat kau memang hanya karena uang, maka jangan di sini carinya. Yakinlah, dengan menjadi bermanfaat pada orang lain, apa yang kau harapkan akan datang dengan sendirinya” Alfin kehabisan sabarnya. 
 
“akh, tak percaya aku dengan omongan mu” Dian pergi begitu saja, jalan menyusuri kota kecil itu tanpa tujuan. 
Di dalam ketermenungannya, ia melihat koran bekas. Bukan karena Dian gemar membaca juga mengambil koran itu, terlebih karena judulnya “ Pembisnis Internet yang Kaya Raya”. 
 
Memang Tuhan telah berencana kepada rezeki masing-masing umatnya, hari itu Dian kembali bersemangat dengan blognya. Membaca Pembisnis Internet yang kaya raya seakan memberikan energi baru dalam kehidupannya. Sejak saat itu juga dian mengalami kemajuan yang sangat pesat, ia memiki banyak blog yang ia kelola, blog ia pun professional tak ada lagi kata copas, ia juga memiliki banyak bisnis di blognya, mulai dari jual ebook sampai jual kopi. Tak heran jika kini ia telah berpenghasilan puluhan juta dari bisnis internetnya itu. 
 
Dian yang kini telah sukses mencari jati dirinya, Dian yang kini telah menjadi seorang blogger, Dian yang kini telah di ketahui semua orang di kotanya. Sukses itu adalah ketika kamu berbagi, sukses itu ketika kamu bermanfaat, sukses itu ketika kamu bisa menyalurkan karya mu. Apa pun itu teruslah berusaha, apa pun itu lakukanlah sekarang juga. Itulah prinsip yang di gigit erat oleh Dian. 
 
Kini, Dian tak hanya seorang mahasiswa Teknik Informatika, ia juga seorang Narasumber di berbagai acara kepemudaan, bisnis dan bahkan acara Seminar. Tahun ini ia akan segera mendapatkan gelar sarjananya dan segera mengurus bisnisnya lebih maksimal lagi. 
 
“Itulah hidup yang kau sendiri tidak bisa mengetahuinya Dian, jadilah dirimu sendiri dan terus sebarkan inspirasi mu untuk orang lain” Nasehat Dian di pertemuan singkat hari itu.




Tag : cerpen
4 Komentar untuk "Kisah Inspiratif Anak Aceh"

Wowww😂😂😂😂😂

Semua emosi terasa sewaktu membaca.. :)
#Teruskankaryanya

Back To Top